Kamis, 16 Juli 2015

Peraturan Menteri Tentang Tunjangan Hari Raya

MENTERI TENAGA KERJA REPUBLIK INDONESIA
PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA R.I NO.PER-04/MEN/1994 TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI PERUSAHAAN

MENTERI TENAGA KERJA R.I.

Menimbang:   
a. bahwa masyarakat Indonesia merupakan masyarakat pemeluk agama yang setiap tahunnya merayakan, hari raya keagamaan sesuai dengan agamanya masing-masing;
b. bahwa bagi pekerja untuk merayakan hari tersebut memerlukan biaya tambahan ;
c. bahwa untuk merayakan hari Raya tersebut sudah sewajarnya pengusaha memberikan Tunjangan Hari Raya Keagamaan ;
d. bahwa untuk menciptakan ketenangan usaha, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keseragaman mengenai pemberian Tunjangan Hari Raya Keagamaan perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Mengingat:   
1. Undang-Undang No.3 tahun 1951 tentang Pernyataan berlakunya Undang-Undang Pengawasan Perburuhan tahun 1948 Nomor 23 dari Republik Indonesia untuk seluruh Indonesia (Lembaran Negara tahun-1951 Nomor 4).
2. Undang-Undang Nomor 14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok mengenai Tenaga Kerja(Lembaran Negara tahun 1969 No.55,Tambahan Lembaran Negara No.2912).
3. Keputusan Presiden RI No 96/M tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet pembangunan VI.

 
MEMUTUSKAN


Menetapkan :    PERATURAN MENTERI TENAGA KERJA TENTANG TUNJANGAN HARI RAYA KEAGAMAAN BAGI PEKERJA DI PERUSAHAAN.

Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
a.    Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menpekerjakan pekerja dengan tujuan mencari keuntungan atau tidak baik milik swasta maupun milik Pemerintah
b.    Pengusaha adalah :
1. Orang, Persekutuan atau Badan Hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri
2. Orang, persekutuan atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
3. Orang, persekutuan atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 dan angka 2,    yang berkedudukan di luar Indonesia.
c.    Pekerja adalah tenaga kerja yang bekerja pada Pengusaha_dengan menerima upah.
d.    Tunjangan Hari Raya Keagamaan yang selanjutnya disebut THR, adalah pendapatan pekerja yang wajib dibayarkan oleh Pengusaha kepada pekerja atau keluarganya menjelang Hari Raya Keagamaan yang berupa uang atau bentuk lain.
e.    Hari Raya Keagamaan adalah Hari Raya Iedul Fitri bagi pekerja yang beragama Islam, Hari Raya Natal bagi pekerja yang beragama Kristen Katholik dan Protestan, Hari Raya Nyepi bagi pekerja yang beragama Hindu dan Hari Raya Waisak bagi pekerja yang beragama Budha.

Pasal 2
1.    Pengusaha wajib memberikan T HR kepada pekerja yang telah mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus atau lebih.
2.    T H R sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diberikan satu kali dalam satu tahun.

Pasal 3
1.    Besarnya THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 ayat 1 ditetapkan sebagai berikut:
a.    pekerja yang telah mempunyai masa kerja 12 bulan secara terus menerus atau lebih sebesar 1(satu) bulan upah.
b.    Pekerja yang mempunyai masa kerja 3 bulan secara terus menerus tetapi kurang dari 12 bulan diberikan secara proporsional dengan masa kerja yakni dengan perhitungan masa kerja/12 x 1(satu) bulan upah .
2.    Upah satu bulan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah upah pokok di tambah tunjangan-tunjangan tetap.
3.    Dalam hal penetapan besarnya nilai THR menurut Kesepakatan Kerja (KK), atau Peraturan Perusahaan (PP) atau Kesepakatan Kerja Bersama (KKB) atau kebiasaan yang telah dilakukan lebih besar dari nilai THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) maka THR yang dibayarkan kepada pekerja sesuai dengan Kesepakatan Kerja, Peraturan Perusahaan, Kesepakatan Kerja Bersama atau kebiasaan yang telah dilakukan.

Pasal 4
1.    Pemberian THR    sebagaimana dimaksud pasal 2    ayat (2) disesuaikan dengan Hari Raya Keagamaan, masing-masing pekerja kecuali kesepakatan pengusaha dan pekerja menentukan lain.
2.    Pembayaran THR sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib dibayarkan oleh pengusaha selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sebelum Hari Raya Keagamaan.

Pasal 5
1.    Dengan persetujuan pekerja, THR sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 sebagian dapat diberikan dalam bentuk lain kecuali minuman keras, obat-obatan atau bahan obat-obatan, dengan ketentuan nilainya tidak boleh melebihi 25% (dua puluh lima persen) dari nilai THR yang seharusnya diterima.
2.    Bentuk lain sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diberikan bersamaan dengan pembayaran THR.

Pasal 6
1. Pekerja yang putus hubungan kerjanya terhitung sejak waktu 30 (tiga puluh) hari sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan berhak atas THR.
2.    Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi pekerja dalam hubungan kerja untuk waktu tertentu yang hubungan kerjanya berakhir sebelum jatuh tempo Hari Raya Keagamaan.
3.    Dalam hal pekerja dipindahkan ke perusahaan lain dengan masa kerja berlanjut, maka pekerja berhak atas THR pada perusahaan yang baru, apabila dari perusahaan yang lama, pekerja yang bersangkutan belum mendapatkan THR.

Pasal 7
1.    Pengusaha yang karena kondisi perusahaannya tidak mampu membayar THR dapat mengajukan permohonan penyimpangan mengenai besarnya    jumlah THR kepada Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan.
2.    Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud ayat (1) harus diajukan paling lambat 2 bulan sebelum Hari Raya Keagamaan yang terdekat.
3.    Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan menetapkan besarnya jumlah THR, setelah mempertimbangkan hasil pemeriksaan keuangan perusahaan.

Pasal 8
1.    Bagi pengusaha yang melanggar ketentuan pasal 2 ayat (1) - dan pasal 4 ayat (2), diancam dengan hukuman sesuai dengan ketentuan    pasal    17 Undang-Undang    No.14 tahun 1969 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Mengenai Tenaga Kerja.
2.    Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pe1anggaran.

Pasal 9
1.    Pengawasan untuk ditaatinya peraturan ini dilakukan oleh Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan,
2.    Selain Penyidik Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia, juga kepada Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan yang diberi wewenang khusus sebagai Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 tahun 1981 tentang Hukum acara Pidana (Lembaran Negara tahun 1981 Nomor 76, Tambahan lembaran Negara Nomor 3209) untuk melakukan penyidikan tindak pidana pelanggaran dalam peraturan ini.

Pasal 10
Dengan ditetapkannya Peraturan Menteri ini, maka Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.16 tahun 1968 tentang Tunjangan Hari Raya bagi Buruh Perusahaan Swasta dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 11

Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

MENTERI TENAGA KERJA RI

DRS ABDUL LATIEF

Ditetapkan
Jakarta  : 16 September 1994

Referensi:

  • http://www.expat.or.id/info/GovernmentPeraturan-1994-04-Tunjangan-Hari-Raya-Keagamaan.pdf
  • http://jdih.depnakertrans.go.id/data_wirata/1994-4-4.pdf

Tidak ada komentar:

Posting Komentar