Selasa, 22 Maret 2022

Rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan Terhadap Institut Teknologi Bandung tahun 2018

Sumber:   https://berkas.dpr.go.id/puskajiakn/ringkasan-telaahan/public-file/ringkasan-telaahan-public-81.pdf di halaman 80 ~ 89

Pemeriksaan Dengan Tujuan Tertentu (PDTT) atas Kepatuhan Pengelolaan Keuangan dan Aset Tetap Tahun 2017 sampai dengan Semester I Tahun 2018 pada Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Institut Teknologi Bandung di Provinsi Jawa Barat (No. LHP: 245/HP/XVI/12/2018)

Berdasarkan hasil pemeriksaan, BPK menyimpulkan bahwa Aset Tetap, Pendapatan, serta Belanja Tahun 2017 dan Semester I Tahun 2018 telah dikelola sesuai dengan ketentuan yang berlaku terkait pengelolaan keuangan Perguruan Tinggi Negeri Badan Hukum Institut Teknolgi Bandung (ITB) dalam semua hal yang material kecuali beberapa permasalahan ketidakpatuhan yaitu:
1)Pengelolaan keuangan dan Aset ITB belum didukung perangkat regulasi yang lengkap dan komprehensif;

2)Pengelolaan keuangan Sekolah Bisnis Manajemen ITB belum sesuai dengan PP Statuta;

3) Terdapat pendapatan atas pemanfaatan Aset ITB dengan tarif lebih tinggi dibanding SK Rektor, dokumen perjanjian tidak lengkap, dan kekurangan penerimaan sebesar Rp1.227.622.254,00; 4)Terdapat penggunaan langsung dan sisa dana penerimaan legalisasi dan layanan laboratorium yang belum disetor senilai Rp1.904.421.574,00; 5) ITB belum mendapatkan kontribusi Dana Pengembangan Institut dari CCE SBM, kewajiban perpajakan tidak terpenuhi, dan Aset Hibah tidak dicatat sebagai aset ITB sebesar Rp356.201.200,00; dan 6)Pembayaran tunjangan kepada Dosen ITB yang bertugas di luar ITB dan tugas belajar luar negeri sebesar Rp1.019.773.615,00.
Penjelasan terkait permasalahan pada pengelolaan keuangan dan Aset Tetap Tahun 2017 sampai dengan Semester I Tahun 2018 pada PTN BH Institut Teknologi Bandung (ITB), adalah sebagai berikut:
1. Pengelolaan keuangan dan Aset ITB belum didukung perangkat regulasi yang lengkap dan komprehensif (Temuan 3.1.2, Hal. 17) Hasil pengujian terhadap sistem pengendalian intern atas pengelolaan kekayaan ITB diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. ITB belum memiliki perangkat peraturan internal yang mengatur mengenai keuangan dan aset secara lengkap dan ditetapkan oleh lembaga/pejabat yang berwenang misalnya belum adanya Peraturan Rektor yang mengatur mengenai batasan jumlah belanja yang dapat dikeluarkan dari dana kas kecil, tata kelola uang muka unit kerja, kegiatan kerjasama pengabdian masyarakat, dan kegiatan kerjasama pendidikan, peraturan MWA mengenai pejabat perbendaharaan, Bendahara Umum Institut, Bendahara Pengeluaran dan Bendahara Penerimaan, Pengelola Piutang dan Utang, pengendalian intern institut, dan penyelesaian kerugian institut, serta pejabat yang bertanggungjawab mengelola aset milik ITB belum didefinisikan secara jelas;
b. Jenis peraturan internal ITB yang diamanahkan oleh PP Statuta maupun Peraturan MWA belum konsisten karena regulasi yang sifatnya mengatur belum seluruhnya ditetapkan dengan peraturan melainkan masih ada yang ditetapkan dengan keputusan;
c. Proses harmonisasi penyusunan peraturan belum optimal dimana masih terdapat unit kerja yang mengeluarkan peraturan atau kontrak perjanjian tanpa melalui Lembaga Layanan Hukum (LLH) sehingga berpotensi peraturan tersebut kurang sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang lebih tinggi.
Kondisi tersebut sebagaimana telah dijelaskan di atas mengakibatkan lemahnya pengendalian atas penyelenggaraan Tridharma dan otonomi pengelolaan keuangan dan aset ITB yang belum memiliki pedoman yang lengkap dan jelas.
Untuk itu, BPK merekomendasikan MWA ITB agar:
a. Menyusun peraturan yang mengatur ketentuan lebih lanjut mengenai penyelenggaraan tridharma dan otonomi perguruan tinggi;
b. Memerintahkan Rektor ITB menyusun dan mengesahkan perangkat regulasi yang lengkap dan komprehensif tentang pengelolaan keuangan, aset, dan penyelesaian kerugian ITB; dan
c. Memerintahkan Rektor ITB mengoptimalkan fungsi LLH ITB dengan
melibatkan LLH dalam pembuatan semua regulasi di ITB. 

2. Pengelolaan keuangan Sekolah Bisnis Manajemen ITB belum
sesuai dengan PP Statuta (Temuan 3.1.3, Hal. 19)
Keputusan Rektor Nomor 203/SK/K01/KP/2003 Diktum kedua
mengandung klausul “dengan sistem keuangan mandiri yang akan diatur sendiri”
yang kemudian ditafsirkan oleh Dekanat SBM ITB menjadi dasar
pengelolaan SBM ITB secara otonom oleh Dekan ITB, maka dari itu
82 | Pusat Kajian AKN
diketahui terdapat permasalahan terkait pengimplementasian keputusan  tersebut diantaranya SBM ITB memberikan fasilitas tunjangan dimana tidak seluruh karyawan ITB memperoleh fasilitas tersebut, Dekan ITB membentuk Consultancy and Continuing Education (CCE) yang selanjutnya membuka rekening sendiri tanpa persetujuan/izin Rektor dan melakukan kerjasama dengan pihak ketiga diluar mekanisme yang sudah diatur oleh ITB, SBM ITB melakukan kerjasama pemanfaatan aset tanpa melalui proses
perjanjian di Direktorat Sarana Prasarana ITB dan tidak membayar
kontribusi kepada ITB, dan pembayaran honorarium atas kegiatan yang
belum ada standarnya.
Selain permasalahan tersebut di atas, pada pemeriksaan pengelolaan
keuangan ITB ditemukan:
a. Implementasi sistem keuangan SBM ITB secara mandiri berdasarkan
Keputusan Rektor oleh Dekanat SBM tidak memiliki landasan hukum
yang jelas karena kewenangan penetapan tatacara pengelolaan keuangan
ada di Majelis Wali Amanat (MWA) dan bukan Rektor, Keputusan
Rektor tersebut dikeluarkan ketika ITB masih berstatus Badan Hukum
Milik Negara (BHMN) dan sesuai PP No. 66 Tahun 2010, ITB
ditetapkan kembali menerapkan pola pengelolaan keuangan BLU,
setelah menjadi PTNBH maka berlaku PP No. 65 Tahun 2013 tentang
Statuta ITB dimana penyelenggaraan Tridharma dan otonomi
pengelolaan Perguruan Tinggi diatur dengan Peraturan MWA, klausul
“dengan sistem keuangan mandiri yang akan diatur sendiri” berpotensi
menimbulkan perbedaan penafsiran, dan terdapat diktum dalam
Keputusan Rektor yang harus direvisi.
b. Penetapan keputusan/kebijakan Dekan SBM ITB belum sepenuhnya
memperhatikan prinsip-prinsip pengelolaan keuangan negara salah satu
contohnya pegawai SBM ITB menerima THR yang lebih tinggi
dibandingkan pegawai ITB lainnya sehingga tidak sesuai prinsip
keadilan;
c. Kebijakan penganggaran belanja tidak diatur secara jelas;
d. SBM ITB tidak memiliki standar biaya.
Permasalahan tersebut muncul karena MWA ITB belum mengatur
mengenai sistem ekonomi yang berlaku sesuai dengan amanat PP Statuta,
Rektor ITB belum meninjau kembali dasar hukum pendirian SBM dan
Pusat Kajian AKN | 83
regulasi yang berlaku di SBM apakah sesuai dengan PP Statuta, Rektor ITB
belum mengatur secara jelas kebijakan penganggaran Belanja dan standar
biaya yang berlaku di SBM ITB, dan Dekanat SBM tidak memperhatikan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku dalam menafsirkan
kemandirian sistem keuangan SBM dan dalam pengambilan kebijakan.
Akibatnya, pengelolaan keuangan SBM ITB belum memenuhi prinsip
pengelolaan yang baik
Untuk iu, BPK merekomendasikan Rektor ITB agar:
a. Meninjau kembali dasar hukum pendirian SBM dan regulasi yang
berlaku di SBM sesuai dengan PP Statuta;
b. Mengatur secara jelas kebijakan penganggaran belanja dan standar biaya
yang berlaku di SBM ITB sesuai dengan peraturan yang berlaku;
c. Memerintahkan Dekan SBM agar dalam membuat kebijakan
berkoordinasi dengan Direktorat Lembaga Layanan Hukum dan Wakil
Rektor terkait agar sesuai dengan peraturan yang berlaku.
3. Pendapatan atas pemanfaatan Aset ITB belum dikelola secara
optimal (Temuan 3.2.6, Hal. 42)
Hasil pemeriksaan pengelolaan pendapatan atas pemanfaatan aset ITB
diketahui permasalahan sebagai berikut:
a. Diketahui adanya perbedaan tarif yang ditetapkan pada perjanjian
kerjasama (lebih tinggi) dibandingkan tarif yang ditetapkan pada SK
Rektor, pemanfaatan ruang oleh mitra usaha tanpa didukung dokumen
perjanjian yang baru, dan terdapat kekurangan pembayaran sewa
pemanfaatan ruang sebesar Rp990.813.841,00;
b. Terdapat pemanfaatan aset ITB oleh pihak ketiga tanpa perjanjian dan
izin penggunaan dari pengelola barang, memungut pendapatan dari
pihak lainnya, dan belum membayar sewa pemanfaatan sebesar
Rp236.808.413,00.
Permasalahan tersebut mengakibatkan kekurangan penerimaan atas
kerjasama usaha pemanfaatan aset berupa pemakaian ruangan dan KSU
PAKSI sebesar Rp1.227.622.254,00 (Rp990.813.841,00 +
Rp236.808.413,00). Hal tersebut disebabkan kurang optimalnya penertiban
penggunaan aset oleh pihak ketiga di lingkungan ITB, kurangnya koordinasi
84 | Pusat Kajian AKN
antara Direktur Sarana dan Prasarana dengan Direktur Eksekutif maupun
dengan Dekan SBM terkait sewa pemanfaatan ruangan oleh mitra usaha.
Untuk itu, BPK merekomendasikan untuk Rektor ITB agar:
a. Memerintahkan Direktur Sarana dan Prasarana selaku pengguna barang
agar lebih optimal dalam melakukan penertiban penggunaan aset oleh
pihak ketiga di lingkungan ITB;
b. Memerintahkan Direktur Eksekutif ITB Jatinangor dan Dekan SBM untuk memedomani ketentuan yang berlaku dalam mengelola aset ITB di Jatinangor dan SBM;
c. Memerintahkan Direktur Eksekutif dan Dekan SBM untuk berkoordinasi dengan Direktur Sarana dan Prasarana terkait sewa pemanfaatan ruangan di wilayah sarana dan prasarana gedung yang digunakan oleh mitra usaha serta menyusun perjanjian kerjasama pemanfaatan aset oleh pihak ketiga;
d. Memerintahkan Direktur Sarana dan Prasarana untuk menarik kekurangan penerimaan atas kerjasama usaha pemanfaatan aset berupa pemakaian ruangan dan KSU PAKSI sebesar pemanfaatan aset berupa pemakaian ruangan dan KSU PAKSI sebesar Rp1.227.622.254,00 (Rp990.813.841,00 + Rp236.808.413,00) dan menyetorkan ke rekening ITB serta menyampaikan bukti setor ke BPK RI.
4. Pengelolaan penerimaan legalisasi dan layanan laboratorium pada 5 fakultas/sekolah senilai Rp1.904.421.574,00 tidak sesuai ketentuan (Temuan 3.2.7, Hal. 52) Pada pemeriksaan sebelumnya yaitu pada LHP BPK No. 14/HPXVI/2017, BPK melaporkan adanya penerimaan layanan
laboratorium dan legalisir di luar mekanisme pengelolaan keuangan ITB. Untuk hasil pemeriksaan pengelolaan keuangan dan Aset Tetap ITB Tahun 2017 dan Semester I Tahun 2018, BPK menemukan sejumlah permasalahan
sebagai berikut:
a. Atas pendapatan legalisir dan transkrip ijazah pada sekolah farmasi
sebesar Rp22.870.500,00 ditemukan penggunaan langsung sebesar
Rp11.422.500,00 yang digunakan untuk operasional kegiatan legalisir
dan transkrip ijazah tersebut, untuk sisa dana telah disetor ke rekening
penampungan ITB;
Pusat Kajian AKN | 85
b. Terdapat penerimaan legalisasi pada SAPPK selama Tahun 2017 sampai dengan September 2018 yang belum disetorkan ke rekening penampungan ITB sebesar Rp37.133.000,00 dan digunakan langsung sebesar Rp4.259.000,00 sehingga sisa dana belum disetor sebesar Rp32.874.000,00;
c. Dari penerimaan legalisasi pada Subbag Akademik FTSL tahun 2017
dan semester I tahun 2018 sebesar Rp86.820.000,00, digunakan
langsung sebesar Rp10.500.000,00 dan disetor ke ke rekening
penampungan pada 31 Agustus 2018 sebesar Rp57.085.000,00 sehingga
terdapat sisa dana belum disetor sebesar Rp19.235.000,00;
d. Dari penerimaan laboratorium mekanika tanah tahun 2017 dan semester
I tahun 2018 sebesar Rp94.910.000,00 digunakan langsung sebesar
Rp48.773.604,00 dan sisa dana yang belum disetor sebesar
Rp19.071.297,00;
e. Dokumen catatan penerimaan kas pada Laboratorium Rekayasa
Struktur adalah sebesar Rp67.527.500,00 sedangkan hasil pemeriksaan
menunjukkan saldo kas yang belum disetor sebesar
Rp37.993.200,00 sehingga terdapat selisih kurang sebesar
Rp29.534.300,00 yang merupakan penggunaan langsung;
f. Pemeriksaan terhadap pengelolaan laboratorium Petrologi dan
Volkanologi (Lab. SEM-EDS UPP Chevron-ITB) ditemukan
permasalahan berupa pendapatan tunai atas penerimaan uji
laboratorium disimpan di dalam rekening atas nama pribadi,
penerimaan sebesar Rp111.350.000,00 digunakan langsung sebesar
Rp49.867.500,00, dan terdapat penerimaan pendapatan uji
laboratorium yang belum disetorkan ke rekening penampungan
sebesar Rp36.482.500,00;
g. Pemeriksaan terhadap pengelolaan observatorium Bosscha diketahui
jika observatorium Bosscha tidak memperoleh alokasi anggaran dari
ITB sehingga terjadi permasalahan penggunaan langsung, potensi
penerimaan dari pendayagunaan sarana prasarana observatorium
Bosscha belum dapat dioptimalkan karena belum ada ketentuan tarif
yang mengatur, dan dari total penerimaan Observatorium Bosscha
sebesar Rp1.482.442.124,00 digunakan langsung sebesar
86 | Pusat Kajian AKN
Rp1.472.936.136,00 dan terdapat sisa penerimaan yang belum
disetor sebesar Rp3.280.988,00.
Permasalahan tersebut mengakibatkan realisasi pedapatan dan belanja
ITB pada Laporan Aktivitas Tahun 2017 dan Semester I Tahun 2018 belum
menggambarkan kondisi yang sebenarnya, pengeluaran sebesar
Rp1.627.293.040,00 (Rp11.422.500,00 + Rp4.259.000,00 +
Rp10.500.000,00 + Rp48.773.604,00 + Rp29.534.300,00 +
Rp49.867.500,00 + Rp1.472.936.136,00) tidak dapat diyakini kewajaran
penggunaannya, dan kekurangan penerimaan ITB atas layanan laboratorium
dan legalisasi sebesar Rp148.936.985,00 (Rp32.874.000,00 +
Rp19.235.000,00 + Rp19.071.297,00 + Rp37.993.200,00 + Rp36.482.500,00
+ Rp3.280.988,00). Hal ini disebabkan karena tidak adanya alokasi DKO
pada unit kerja dibawah Fakultas/sekolah dan ketentuan batas waktu
penyetoran, kurang optimalnya pengawasan dan pengendaliann terhadap
penggunaan langsung penerimaan layanan laboratorium dan legalisasi, dan
juga Kepala Laboratorium dan Kasubbag Akademik belum sepenuhnya
berpedoman pada ketentuan pengelolaan keuangan yang berlaku di ITB.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Rektor ITB agar:
a. Memerintahkan alokasi DKO pada unit kerja di bawah fakultas/sekolah
dan membuat ketentuan mengenai batas waktu penyetoran penerimaan
ke rekening penampungan;
b. Memerintahkan Dekan Fakultas/Sekolah terkait agar lebih optimal
dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas penggunaan
langsung penerimaan layanan laboratorium dan legalisasi;
c. Memerintahkan Kepala Bagian tata Usaha dan Kepala Sub Bagian
Keuangan pada Fakultas/Sekolah agar lebih optimal dalam
mengendalikan dan mengawasi pengelolaan pendapatan yang menjadi
tanggungjawabnya;
d. Memberikan sanksi sesuai ketentuan kepada Kepala Laboratorium dan
Kepala Sub Bagian Akademik pada Fakultas/Sekolah yang belum
sepenuhnya berpedoman pada ketentuan pengelolaan keuangan yang
berlaku di ITB;
e. Memerintahkan Kepala SPI untuk melakukan pemeriksaan dan
menyampaikan laporannya kepada BPK atas pengeluaran sebesar
Rp1.627.293.040,00 yang tidak dapat diyakini kewajaran penggunaannya
Pusat Kajian AKN | 87
serta apabila terdapat pengeluaran yang tidak sesuai agar disetorkan ke
rekening penampungan;
f. Menarik dan menyetorkan kekurangan penerimaan ITB atas layanan
laboratorium dan legalisasi sebesar Rp116.062.985,00
(Rp148.936.985,00 – Rp32.874.000,00).
5. Pengelolaan keuangan
Consultancy and Continuing Education
(CCE) Sekolah Bisnis Manajemen (SBM) ITB tidak sesuai
ketentuan (Temuan 3.2.10, Hal. 70)
Pengelolaan kerjasama dilaksanakan oleh CCE sebagai salah satu unit di
SBM yang dipimpin oleh Direktur. Hasil pemeriksaan terhadap
pertanggungjawaban kegiatan CCE SBM ITB selama TA 2017 dan Semester
I 2018 diketahui hal-hal sebagai berikut:
a. Kerjasama CCE SBM dengan pihak eksternal ditandatangani oleh
Direktur CCE dan bukan oleh Dekan SBM dikarenakan telah menjadi
kebiasaan dan pertimbangan kepraktisan. Namun Dekanat menyatakan
bahwa hal ini tidak boleh terjadi lagi ke depannya dan seluruh kegiatan
kerjasama akan melalui bendera LPPM ITB;
b. Terdapat pembukaan rekening penampungan kerjasama atas nama
Community Service SBM yang belum tercantum sebagai rekening resmi
yang dimiliki ITB dan belum dilaporkan ke Rektorat ITB dan belum
melalui persetujuan Rektor;
c. Penerimaan dan pengeluaran CCE SBM tidak teranggarkan dan tercatat
sebagai kegiatan SBM ITB;
d. Tidak terdapat kontribusi Dana Pengembangan Institusi (DPI) atas
penerimaan CCE SBM ke ITB;
e. Beban honor dan gaji pegawai sebesar Rp2.724.260.226,00 tidak
dipotong PPh 21 oleh Manajemen CCE SBM selama tahun 2017 s.d. 31
Agustus 2018 dikarenakan CCE tidak mempunyai NPWP sendiri;
f. Terdapat pengeluaran CCE SBM sebesar Rp356.201.200,00 untuk
perolehan Aset Tetap namun tidak tercatat sebagai Aset ITB.
Permasalahan tersebut mengakibatkan pendapatan dan beban kegiatan
CCE SBM tidak tersaji dalam laporan keuangan ITB sebesar
Rp4.766.829.708,00 dan Rp4.297.381.168,00, ITB belum mendapatkan
kontribusi DPI dari CCE SBM, kewajiban perpajakan tidak terpenuhi, dan

Aset Hibah tidak dicatat sebagai aset ITB sebesar Rp356.201.200,00. Hal
tersebut disebabkan karena pendirian CCE SBM tidak memperhatikan
kewenangan pendirian/pembentukan unit kerja sesuai ketentuan yang
berlaku, Dekanat SBM tidak melaporkan rekening dan menertibkan kegiatan
kerjasama CCE SBM, dan tidak dikelolanya kegiatan kerjasama dan juga
sarana yang bersumber dari hibah sesuai ketentuan yang berlaku.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Rektor ITB agar:
a. Mengkaji kembali keberadaan CCE SBM sesuai dengan SOTK ITB,
kewenangan pembentukan unit organisasi sesuai ketentuan yang
berlaku, dan keberadaan BPUDL sebagai badan yang berfungsi
mengelola unit usaha dan dana lestari yang dimiliki ITB;
b. Memberikan sanksi kepada Dekanat SBM yang tidak melaporkan
rekening dan menertibkan kegiatan kerma CCE SBM sesuai ketentuan;
c. Memerintahkan Dekan SBM untuk:
1) Berkoordinasi dengan Direktorat Keuangan atas kontribusi DPI kerma CCE SBM yang belum disetorkan;
2) Berkoordinasi dengan Direktorat SP atas Aset Hibah yang belum
dicatat sebagai aset ITB; dan
3) Melaksanakan kewajiban perpajakan atas kegiatan kerma CCE SBM.
d. Memerintahkan Kepala SPI untuk melakukan pemeriksaan atas
pengelolaan keuangan CCE SBM sejak berdiri sampai dengan tahun
2018 dan menyampaikan laporan hasil pemeriksaan kepada BPK,
apabila terdapat pengeluaran yang tidak sesuai ketentuan agar disetorkan
ke kas ITB.
6. Pembayaran tunjangan kepada Dosen ITB yang bertugas di luar
ITB dan tugas belajar luar negeri tidak sesuai ketentuan sebesar
Rp1.019.773.615,00 (Temuan 3.3.1, Hal. 78)
Hasil pemeriksaan terhadap Belanja Pegawai di Direktorat Kepegawaian
ITB diketahui beberapa hal sebagai berikut:
a. Terdapat 7 orang dosen yang bertugas di Intansi/Lembaga di luar
lingkungan ITB sejak tahun 2015 s.d. September 2018 masih menerima
tunjangan fungsional, tunjangan profesi dosen dan tunjangan
kehormatan profesor tahun 2017 sampai dengan semester I tahun 2018
sebesar Rp839.080.455,00;
Pusat Kajian AKN | 89
b. Terdapat 4 orang dosen Pegawai Negeri Sipil (PNS) sedang
melaksanakan tugas belajar di luar negeri dan masih menerima
pembayaran tunjangan jabatan seluruhnya sebesar Rp32.850.000,00;
c. Terdapat satu orang dosen tugas belajar luar negeri yang berstatus belum
menikah atas nama MSR pada tahun 2017 s.d. semester I 2018 masih
dibayarkan tunjangan keluarga sebesar 100% yang seharusnya 50%
sehingga terjadi kelebihan pembayaran sebesar Rp24.519.600,00;
d. Terdapat dua orang dosen tugas belajar di luar negeri dan masih
dibayarkan tunjangan profesi dosen pada tahun 2017 s.d. semester I
2018 sebesar Rp123.323.560,00.
Permasalahan tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran tunjangan
kepada dosen seluruhnya sebesar Rp1.019.773.615,00 (Rp839.080.455,00 +
Rp32.850.000,00 + Rp24.519.600,00 + Rp123.323.560,00). Hal tersebut
disebabkan karena ITB belum memiliki sistem informasi pengelolaan dosen
yang bertugas di instansi lain dan tugas belajar yang terintegrasi dengan
sistem kepegawaian dan penggajian, tidak dijalankannya prosedur
administrasi untuk penghentian tunjangan bagi dosen yang bertugas di
instansi lain dan dosen tugas belajar, serta tidak disosialisasikannya
kewajiban untuk melakukan evaluasi beban kerja dosen kepada
Fakultas/sekolah.
Untuk itu, BPK merekomendasikan kepada Rektor ITB agar
memerintahkan Direktur Kepegawaian ITB untuk:
a. Membuat dan mengembangkan sistem informasi pengelolaan dosen yang bertugas di instansi lain dan tugas belajar yang terintegrasi dengan sistem kepegawaian dan penggajian;
b. Berkoordinasi dengan Direktorat Keuangan dan KPPN setempat untuk menghentikan pembayaran tunjangan dosen yang bertugas di instansi lain dan dosen tugas belajar sesuai dengan ketentuan;
c. Melakukan sosialisasi terkait kewajiban untuk melakukan evaluasi Beban
Kerja Dosen kepada Fakultas/Sekolah;
d. Menarik kelebihan pembayaran tunjangan kepada dosen sebesar Rp1.019.773.615,00 dan menyetorkan ke Kas Negara serta menyampaikan bukti setor ke BPK.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar